Jumat, 28 Agustus 2015

Orkestra Dewata

Pada hari-hari berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia, dengan penuh kekhusyukan saya---melalui sebuah koran di Jawa Timur tempat kelahiran raksasa dwimuka, atau trimuka atau bahkan mungkin dasamuka---antara lain mengusulkan satu hal: "Mestinya IMCI bukan ICMI. Kayaknya yang lebih tepat itu Muslim Cendekiawan, bukan cendekiawan Muslim."

Rabu, 26 Agustus 2015

The Mondolan Way

Habibie dan ICMI kenduri lagi. "Prasmanan makanan" sejarahnya semakin lengkap. Orang pun semakin pula bertanya-tanya: siapa sebenarnya manusia satu ini?

Senin, 24 Agustus 2015

Orang Rakyat, Orang Kelompok, Orang Partai, Orang Negara, Orang Dirinya Sendiri

Dalam bus antarkota yang tak habis-habisnya mendengungkan lagu-lagu Koes Plus, seorang karib saya, dalam perjalanan pulang dari Temu Teater Nasional di Solo, sambil membawa koran yang memuat rencana Pak Nasution ke Istana Merdeka, memojokkan saya secara tak sengaja untuk berdebat masalah keributan Kongres PDI di Medan. Padahal, baru saja kami terbuntu di tengah perdebatan lain yang agak aneh tentang perpecahan di majalah Horison.

Sabtu, 22 Agustus 2015

Jenderal Tak Pernah Sendiri, Entah Purnawirawan

Ketika saya menerima lembaran kertas yang memaparkan laput tabloid edisi ini, yang nongol di otak saya adalah sejumlah puisi mengenai misteri orgasmus: upacara suci persuami-istrian Anda.

Kamis, 20 Agustus 2015

Jenderal (Purn.) Gadjah Mada

Tidak mungkin saya mengatakan "Tidak ada negara yang memiliki jenderal sebanyak yang dimiliki Indonesia…"---tetapi memang, sebagai orang awam, kesan saya adalah bahwa di Indonesia kok banyak sekali jenderal. Sering kali saya membaca koran atau menonton televisi dan tanpa sadar nyeletuk: "Lho, jenderal siapa lagi ini? Kok banyak bener orang besar…"

Selasa, 18 Agustus 2015

ABRI Masuk Golkar: Are You Ready? Ayu Laksmi? Ayu Azhari?

Barangkali Golkar dulu dilahirkan karena kita merasa sangat membutuhkan sebuah kekuatan politik yang rasional dan kesanggupan me-manage negara ini secara lebih profesional.

Minggu, 16 Agustus 2015

"A Man of Nothing to Loose"

Keberlangsungan suatu institusi negara bisa terlalu terbiasa atau tergantung hanya pada metabolisme kekuatan-kekuasaan-kemenangan (bukan kepemimpinan-kebersamaan-keberimbangan) antarkelompok. Itu pun dalam pengertian yang setelanjang-telanjangnya.

Kamis, 13 Agustus 2015

Old for New

Beriang-gembiralah. Mungkin sedikit merenung dan berprihatin, namun pompalah rasa syukur supaya hatimu berbinar-binar.

Senin, 10 Agustus 2015

Sabtu, 08 Agustus 2015

Era Wayang, Orde Ketoprak, Dunia Togog

Marilah mengaku saja bahwa pusat perhatian kita adalah Raja-Raja. Marilah tak usah menutup-nutupi bahwa kecenderungan utama historical kita adalah memajang Raja-Raja di layar psikologi kebudayaan kita; baik terpateri di benak kita masing-masing maupun yang terungkap di panggung-panggung komunitas sosial kita.

Rabu, 05 Agustus 2015

Kalau Panen Melimpah, Kamu Makan Belakangan

Ibu saya, pemimpin dan idola kehidupan saya, pada suatu hari berkata: "Kalau rumah kebakaran, kamu harus belakangan menyelamatkan diri. Kalau musuh datang menyerang, kamu harus berdiri paling depan untuk menyongsongnya. Kalau panen melimpah, kamu harus belakangan makan."

Sabtu, 01 Agustus 2015

Politik Islam, Politik 'Batu Hitam'

Sejumlah 'kaum oposan'---sekurang-kurangnya, orang-orang yang sampai saat ini bertahan memelihara di dalam dirinya gagasan-gagasan oposisi---di Indonesia saat ini, suka iseng-iseng menggali identifikasi kesejarahan masa kini ke realitas masa silam.

Senin, 20 Juli 2015

Fenomena OPLëS

Bagaimana kita "membaca" kumpulan kolom yang tersaji di hadapan Anda ini? Sebaiknya ia diperlakukan sebagai tulisan Emha semata, sebagai fenomena DëTIK, merupakan bagian dari fenomena jurnalisme seumumnya, atau fenomena Indonesia, atau keempat-empatnya sekaligus.

Sabtu, 18 Juli 2015

Kesaksian

Ketika secarik kertas yang dibubuhi tanda tangan seorang penguasa telah mampu menghentikan kerja kolektif sekelompok anak muda yang kreatif, maka buku kumpulan Opini Plesetan (OPLëS) ini, menjadi penting dan menarik untuk dibaca.

Minggu, 01 Maret 2015

Togog

Dalam dunia wayang, Togog memiliki peran yang unik sekaligus mengesalkan, khususnya dalam mengikuti perjalanan para tuan yang memiliki kecenderungan berbuat jahat dan curang. Pekerjaan utama Togog adalah mengingatkan tuannya tentang mana yang benar dan mana yang salah. Togog selalu melontarkan kritik, namun hanya ditampung tanpa pernah dipercaya dan dituruti. Atau, Togog adalah pemeran yang selalu tidak pernah dianggap penting dan tidak pernah dipatuhi anjuran-anjurannya, namun ia terus-menerus melontarkan kritik.